Pages

Wednesday, 12 March 2014

Pengalaman saat bersama Abah Ridwan Pendiri Silat Cempaka Kuning

Setelah satu tahun belajar silat Cempaka Kuning di PS. Cempaka Kuning cabang Sumenep, aku meneruskan study-ku di Jember tepatnya di Universitas Jember. Awalnya aku tidak tahu bahwa lahirnya Silat Cempaka Kuning adalah di Jember sampai H. Syaiful Hidayat, guru silatku itu memberitahuku dan menyuruhku untuk meneruskan pelajaran Silat Cempaka Kuning ke abah Ridwan. Begitulah beliau biasa di panggil.

Waktu itu tahun 2006, saat pertama kali aku menginjakkan kaki di jember. Namun baru dua tahun kemudian, tepatnya pertengahan tahun 2008, aku baru mempunyai kesempatan untuk mencari tahu dimana Abah Ridwan tinggal. Maklum lah sebagai mahasiswa Jurusan Fisika aku agak sibuk dengan banyak praktikum dan laporan.

Setelah banyak tanya ke orang-orang di daerah Gebang, aku baru bisa menemukan rumah beliau. Awalnya aku mengira rumahnya besar dengan halaman luas yang biasa beliau gunakan untuh melatih silat. Konon katanya banyak muridnya yang belajar kesana. Tapi, semua rangkaian perkiraanku salah. Rumah itu kecil, bahkan tidak ada halaman bagian depan atau belakangnya. Rumah itu berjejer di sebelah barat gang kecil dimana banyak rumah-rumah lain yang mendampingi. Sehingga aku memarkir mobilku agak jauh dari rumah itu karena tidak mungkin aku parkir di depan gang.

Aku memberanikan diri memanggil salam tepat di depan teras rumahnya yang sangat sempit. Tidak ada kursi disana, hanya beberapa barang yang tampaknya tidak diperlukan lagi. Lantainya berwarna oranye bertekstur kotak-kotak kecil. Hanya ada beberapa jendela gelap yang terpasang di samping pintu masuk, dan sebuah pagar besi di depan teras. Aku berdiri di sana menunggu seseorang yang akan membukakan pintu.

Bayanganku orang yang akan muncul dari balik pintu adalah pria kekar dan gagah dengan paras seorang pesilat tangguh yang agak seram. Dan sekali lagi aku salah. Yang muncul adalah seorang wanita tua dengan beberapa uban yang mulai memenuhi kepalanya. Aku masih ingat dengan jelas saat menatap wanita itu. Wanita itu sangat ramah, senyumnya juga membuat hatiku lebih tenang walaupun sebelumnya aku merasa ragu untuk mengunjungi seorang guru besar pencipta Silat Cempaka Kuning. WOOOW.... Namun semuanya menjadi baik-baik saja. Aku membalas senyuman itu.

"Mencari siapa?" tanyanya kepadaku.
"Apa benar ini rumah Pak Ridwan?" kataku balik bertanya. Aku menggunakan panggilan 'Pak' karena waktu itu aku tidak tahu panggilan yang akrab bagi Beliau. Tapi wanita itu sepertinya mengerti yang aku maksudkan. 
"Darimana?" Wanita itu bertanya lagi.
Jujur waktu itu aku agak bingung harus menjawab dari madura atau dari Patrang tempat aku kos.
"Dari madura," kataku menjawab reflek. Ups!
"Oh... silahkan masuk," ujar wanita tua itu sambil membuka lebar pintu rumahnya, dia pun melangkah masuk. Sedangkan aku masih kesulitan membuka gerbangnya. Aku masih ingat waktu itu karena wanita itu kembali menoleh ke arahku lagi. "Di geser saja ke samping," katanya sedikit berteriak dari dalam rumahnya. HAHAHA aku berusaha membuka pagar itu dengan cara di dorong... pantas gak bisa dibuka.

Lanjut... aku masuk dan menunggu di ruang tamu. Ruang tamu itu kecil. Ada sofa sudut berwarna biru gelap dan sebuah meja kecil di tengah. Di belakang tempat aku duduk ada sebuah kerai yang juga berwarna gelap. Awalnya aku pikir itu sebuah jendela. Belakangan aku tahu itu adalah sebuah musholla.

Sementara aku menunggu, samar-samar aku mendengar wanita itu bercakap-cakap dengan seseorang. Dia memberi tahu bahwa ada tamu dari Madura.
Tak perlu menunggu lama seorang lelaki keluar. Tubuhnya tinggi besar berkulit putih, rambutnya juga sudah putih. Hal yang paling menyita perhatianku adalah bentuk tubuhnya yang masih kekar untuk pria seusianya. Lengannya lebar, bahunya masih memperlihatkan bekas-bekas profesinya di masa lalunya.

Singkat cerita beliau bertanya maksud kedatanganku. Percakapan itu cukup menyenagkan. sifat beliau dan cara Beliau berbicara sangat tegas dan jelas. Setelah sekitar 5 menit percakap dan mengerti maksud kedatangannku, beliau tampak senang. Aku langsung di suruh menunjukkan semua gerakan-gerakan yang pernah aku pelajari. Beliau membuka kerai di belakangku dan aku pun melakukan yang beliau suruh di musholla itu. Ukurannya mungkin 2x3 meter, pokoknya sempit.

Setelah selesai menunjukkan semua gerakan 15 Jurus, beliau menganggukan kepala dan berkata, "Memang benar semua gerakan itu saya yang menciptakan." Beliau berdiri di depanku dan tersenyum. "Kalau kau memang berniat belajar, saya bisa ajarkan semuanya kepadamu," tambahnya lagi. Memang waktu itu beliau sudah tidak mengajar Silat lagi dan tak seorangpun muridnya yang terlihat di sana. Usianya juga sudah 72 tahun waktu itu. Di rumah kecil itu beliau hanya tinggal berdua dengan istrinya yang tadi mempersilkan aku masuk. Anak-anaknya sudah memiliki keluarga semua, hanya sesekali mereka datang berkunjung.

Tidak terbayangkan bagiku betapa senangnya aku waktu itu. Seperti tidak percaya, aku hanya bisa tersenyum mendengar pernytaan  sang Guru Besar.

"Tapi saya akan memberikan semua yang di luar saja, bukan yang di dalam." kata beliau lagi. Aku mengerti maksud beliau, memang itu yang aku mau, kekuatan yang memang ada di dalam diriku sendiri. "Karena tenaga dalam itu tidak baik jika kamu simpan terus menerus," tambahnya.
"Saya mengerti, Bah," jawabku yang mulai memanggilnya Abah menirukan cara istri beliau memanggil.

Latihanpun dimulai.... setiap Jumat pagi aku latihan bersama Guru Besar Cempaka Kuning, Penciptanya. Keren banget... Auranya aja lain. Gerakan Paku-paku dan rangkai Pedang Samurai kupelajari dengan cepat. aplikasi ke-15 Jurus, latihan pukulan dan tendangan yang benar, tekhnik pernafasan, pernafasan saat bertahan dan menyerang dll, semuanya ku pelajari dengan senang hati. Sikap beliau dan istrinya juga begitu baik kepadaku. Pokoknya aku belajar banyak hal di sana, tidak sekedar belajar Silat saja, terutama tentang kerendahan hati dan mental. Karena aspek spiritual begitu penting dari semuanya.

Tahun 2009 aku jatuh sakit. Luka lambung yang menderaku menghambatku dalam segala kegiatanku di kuliah dan latihan di rumah Abah Ridwan. Dari tahun 2009 sampai 2010 akhir penyakitku sering kambuh dengan gejal muntah. Hampir setiap dua bulan sekali aku masuk rumah sakit. Sampai akhirnya tenaga dan pikiranku hanya fokus pada upaya untuk menyembuhkan diri. Latihan itu pun dilupakan... dan saat itu aku belum sempat berpamitan kepada Abah Ridwan, juga belum sempat berterimaksih atas semua ilmu yang beliau ajarkan kepadaku.

Tahun 2011 aku sibuk menyelesaikan skripsiku dan lulus di akhir tahun. Entah kenapa aku tidak pernah sempat mengunjungi Abah sampai sekarang. Aku pernah berjanji akan mengundangnya saat aku menikah nanti. Sebenarnya beliaulah yang memintanya. Ya Tuhan...! Aku masih ingat wajah beliau saat bicara seperti itu, memang wajahnya bercanda tapi aku tahu beliau bersungguh-sungguh. Tahun lalu 2013 aku menikah. Namun kesempatan itu pun lewat begitu saja karena sejak Maret 2012 aku tinggal di madura.

Seandainya tahun lalu aku berkunjung ke rumah Abah Ridwan, aku akan tahu bahwa Abah Ridwan sudah tiada Juli 2012.

Tapi aku tidak mendengar kabar itu, sampai beberapa menit yang lalu, maret 2014, ketika iseng-iseng browsing di facebook tentang PS. Cempaka Kuning Cabang Balikpapan, aku membaca sebuah status yang sangat mengejutkanku. Beliau sudah berpulang. Semoga Allah mngampuni semua dosa-dosanya, Amin...

Salam untuk keluarga Cempaka Kuning mungkin yang sempat membaca ulasan ini, aku ingin kita saling mengabari, saling sharing dan membahu untuk perkembangan Silat Cempaka Kuning tercinta... Salam

No comments: